Januari 08, 2011

MEWUJUDKAN ARAH KEBIJAKAN OPERASIONAL DALAM STRATEGI SANITASI KOTA LANGSA

Sesuai dengan amanat UU 32/2004, bahwa sektor sanitasi menjadi urusan wajib Pemerintah Kabupaten/Kota. hal ini menimbulkan kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mampu merancang kebijakan dan strategi di bidang sanitasi. Dalam tahap pelaksanaannya Pemerintah Kota Langsa telah berhasil menyiapkan perencanaan sanitasi jangka menengah yang komprehensif dan bersifat strategis. Sebagai dokumen perencanaan, SSK Kota Langsa telah mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota, dokumen Rencana Pembangunan Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Pekerjaan Umum, Provinsi dan Nasional. Selain itu juga mengacu kepada terget-target Millinium Development Goals (MDGs) maupun peraturan dan perundangan yang berlaku di tingkat nasional maupun provinsi.

Guna menghasilkan strategi sanitasi kota yang dapat di implementasikan sesuai dengan arah kebijakan kota, maka diperlukan suatu konsep pendekatan terpadu yang dilandasi dengan pendekatan pemberdayaan untuk meningkatkan kapasitas SDM dan kelembagaan yang melandasi penanganan masalah pengelolaan sanitasi. Hal ini berati penanganan masalah sanitasi haruslah dilakukan secara sinergis dan selaras antara kegiatan penanganan fisik lingkungan, penanganan kapasitas SDM dan kelembagaan.

Saat ini, permasalahan yang ditemukan dari setiap aspek baik aspek teknis maupun non teknis cenderung memiliki intensitas yang merata. Kajian dari aspek teknis dan higiene menunjukkan bahwa permasalahan sanitasi sangat erat kaitannya dengan keterbatasan ekonomi sehingga masyarakat belum mampu menyediakan sarana sanitasi sendiri. Salah satu indikator yang menunjukkan hal ini adalah persepsi dari sebagian masyarakat bahwa sarana sanitasi air limbah belum menjadi  kebutuhan  yang mendesak. Sebagian masyarakat Kota Langsa lebih mudah membuang limbahnya ke sungai dan atau saluran drainase.
Dalam skala yang lebih luas yaitu dalam tinjauan skala lingkungan permukiman, permasalahan fisik lingkungan teridentifikasi dari kerusakan dan tidak memadainya saluran drainase lingkungan, sistem sanitasi, dan jalan lingkungan. Permasalahan fisik di tingkat hunian dan lingkungan permukiman tersebut  tentunya  berimplikasi pada aspek kesehatan, kenyamanan, dan keamanan.

Adapun dari  permasalahan sosial, teridentifikasi terutama dari rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan permukimannya secara swadaya, tidak adanya kelembagaan pengelola lingkungan permukiman, pola perilaku masyarakat yang cenderung berdampak negatif terhadap lingkungannya, hingga sistem pranata dan kelembagaan yang belum memungkinkan terjadinya proses penguatan dan pengembangan kapasitas sumber daya masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan bidang sanitasi secara optimal. Walaupun demikian, partisipasi warga dalam pengelolaan sanitasi telah tumbuh walaupun hanya dalam batas partisipasi warga secara individual yang tidak terkoordinasi sebagai bentuk aksi kolektif warga dalam pengelolaan lingkungan permukimannya. Begitupun dengan peran swasta dan LSM yang belum tersampaikan secara efektif pada kalangan swasta.

Sedangkan kajian dari aspek non teknis menunjukkan bahwa permasalahan kelembagaan dan peraturan sanitasi di Kota Langsa yang perlu ditangani secara sistematis, dengan cara mengsinergiskan antara peran Pemerintah Kota, masyarakat, dan swasta dalam pelaksanaan fungsi pengelolaan air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan melalui pengoptimalan perangkat peraturan perundangan yang di perlukan dalam pengelolaan Sanitasi, khususnya untuk sistem air limbah domestik.

Keberadaan Kelompok kerja sanitasi sebagai lembaga koordinasi sanitasi kota Langsa saat  ini memang memegang peranan penting dalam koordinasi antar SKPD, Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kota Langsa dibentuk berdasarkan Keputusan Walikota Nomor : 111/050/2010 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Kota Langsa. Namun dalam pelaksanaan koordinasi, Pokja Sanitasi Kota Langsa masih mengalami kendala untuk dapat melaksanakan koordinasi dalam lingkungan internal maupun eksternal. Selain mekanisme koordinasi yang belum tepat, tingkat kesibukan yang tinggi pada masing-masing SKPD pelaksana, dan keterbatasan sumber daya pada masing-masing SKPD seringkali menyebabkan koordinasi sulit dijalankan di tingkat implementasi program.

Dari aspek pendanaan sanitasi kota Langsa, rata-rata pendanaan sanitasi Kota Langsa dalam periode tahun 2005 – 2009 adalah sebesar 4,26% yang tersebar di beberapa pos belanja layanan publik. Sedangkan proporsi pendanaan sanitasi terhadap total belanja adalah rata-rata sebesar 1,48%. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa pendanaan sanitasi Kota Langsa cenderung untuk menurun, tentunya hal tersebut harus menjadi perhatian bagi Pemerintah Kota Langsa untuk memperbaiki kondisi sanitasi perkotaannya pada tahun-tahun berikutnya. Karena peningkatan proporsi pendanaan sanitasi yang semakin meningkat menjadi indikator awal akan meningkatnya kesadaran akan sanitasi yang semakin meningkat di Kota ini.

Selain dari pada itu, Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa belum memungkinkan untuk memenuhi seluruh kebutuhan pembangunan kota, termasuk pembangunan sanitasi. Kekurangan dana pembangunan terutama ditutupi oleh dana perimbangan, baik dari pusat maupun provinsi. Total dana perimbangan rata-rata memberikan kontribusi sebesar 88,08% terhadap total penerimaan Kota Langsa. Jika dilihat dari data APBD Kota Langsa untuk periode tahun 2005 -2009, dapat diketahui bahwa PAD kota masih relatif kecil jika dibandingkan dengan total penerimaan. Dari data yang ada juga terlihat bahwa pendanaan pembangunan Kota Langsa masih sangat tergantung dari dana perimbangan terutama DAU. Rata-rata porsi PAD dalam periode waktu tersebut terhadap total pendapatan adalah sebesar 5,04%. Permasalahan yang timbul kemudian dari kondisi ini adalah minimnya dana PAD yang dapat digunakan untuk pembangunan dan pengembangan sektor sanitasi perkotaan di Kota Langsa.

Begitupun dari aspek Komunikasi, hasil survey yang telah dilakukan Pokja di peroleh bahwa, peran media massa untuk masalah sanitasi belum menjadi topik yang menarik untuk dipublikasikan, kecuali ketika sudah timbul masalah seperti banjir atau wabah diare dan demam berdarah Dengue.

Sedangkan dari Partisipasi Sektor Swasta dan Lembaga Non Pemerintah dalam Sub Sektor Air Limbah Domestik sampai saat ini belum ada pihak swasta yang terlibat langsung dalam pengelolaannya baik berupa sub-kontrak maupun dalam bentuk kerjasama yang lainnya. Permasalahan yang timbul antara lain kurang tertariknya sektor swasta untuk melakukan investasi di bidang air limbah permukiman, karena rendahnya tingkat pemulihan biaya investasi, dan belum optimalnya penggalian potensi pendanaan dari sektor swasta.
Berdasarkan hasil kajian yang disesuaikan dengan temuan mengenai isu strategis dan kondisi yang diperoleh dalam penyusunan Strategi Sanitasi Kota Langsa, maka di perlukan beberapa pendekatan yang dikelompokan menjadi 4 (empat) aspek strategis, yang perlu dipertajam dalam mewujudkan arahan kebijakan operasional dalam Strategi Sanitasi Kota Langsa, dan semoga tulisan ini menjadi masukan bagi kota/kabupaten dalam menyusun dan mengimplementasikan kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi. Pendekatan aspek strategis tersebut adalah:

Aspek Pengelolaan Sanitasi 
Perlunya pendekatan pemberdayaan masyarakat yang diterjemahkan dalam tiga wujud yaitu memberikan dukungan pemenuhan pelayanan berbasis kebutuhan masyarakat (community driven), dukungan pelaksanaan kegiatan berbasis partisipasi masyarakat (community participation), serta dukungan implementasi program berbasis pengelolaan masyarakat (community management).

Berdasarkan hasil kajian, penerapan pendekatan yang dipilih tersebut tepat dalam rangka optimalisasi proses pelaksanaan, hasil yang dicapai, serta keberlanjutan proses pengelolaan dan pengembangan sanitasi di Kota Langsa.

Dalam konteks pengembangan pola pengelolaan sanitasi berbasis masyarakat perlu peningkatan status partisipasi menjadi kemitraan bersama dalam pembangunan dan pengelolaan sanitasi yang berkonsekuensi pada perlunya perumusan yang lebih jelas mengenai pembagian peran berikut hak dan kewajiban/tanggung jawab pemerintah dan masyarakat yang ditunjang kepastian hukum akan sanksi bagi yang melanggar.

Aspek Pendanaan Sanitasi 
Jika dilihat dari perkembangan komponen-komponen penerimaan Kota Langsa, terlihat bahwa dalam  periode tahun 2005 hingga 2009 PAD Kota Langsa menyumbangkan antara 3% hingga di atas 7% dengan rata-rata 5,04% dari total pendapatan. Dengan melihat perkembangan pendapatan, maka kinerja PAD Kota Langsa masih sangat perlu untuk ditingkatkan. Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan sanitasi Kota Langsa, yang tentunya juga memerlukan dana anggaran yang tidak sedikit, maka harus disusun strategi terutama untuk menetapkan estimasi besaran pendanaan internal (yang salah satunya terdiri dari komponen pajak daerah dalam PAD) guna menetapkan besaran kebutuhan dana tambahan dari sumber-sumber lain yang memungkinkan.

Terdapat beberapa alternatif sumber pendanaan yang dapat dimanfaatkan oleh Kota Langsa guna pembangunan dan pengembangan program sanitasi perkotaan. Sumber-sumber pendanaan tersebut diturunkan dari peraturan perundangan yang berlaku maupun berdasarkan perkembangan terakhir program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman.

Dari komponen pendapatan, terdapat sub-komponen PAD, bagi hasil pajak dan bukan pajak dengan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, Otsus, DAU dan DAK adalah komponen komponen utama dalam sumber pendanaan APBD Kota Langsa.

Anggaran Pusat dan Provinsi Aceh dapat menjadi alternatif sumber pendanaan pembangunan program sanitasi Kota Langsa. Pemanfaatan anggaran provinsi dapat dilakukan melalui hibah terikat, pelaksanaan program oleh Provinsi Aceh, atau melalui tugas pembantuan dari Provinsi Aceh yang dilaksanakan oleh Kota Langsa.
Sektor swasta merupakan partner potensial yang dapat dikembangkan lebih jauh lagi partisipasinya dalam membangun dan mengembangkan program sanitasi di Kota Langsa. Sektor swasta dapat ditingkatkan peran sertanya dalam bentuk kerjasama kontrak pembangunan, pemeliharaan, operasionalisasi pengelolaan sanitasi, hingga investasi di sektor sanitasi – baik untuk skala besar maupun skala kecil.

Pinjaman Hibah  Luar Negeri.  Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, usulan kegiatan yang dapat diusulkan oleh Pemerintah Daerah untuk mendapatkan pinjaman/hibah luar negeri.

Aspek Komunikasi  
Diperlukan pendekatan langsung kepada pengelola media massa lokal. Keberadaan wartawan atau reporter juga dapat dilibatkan dalam kegiatan sanitasi, misalnya sebagai narasumber untuk cara-cara publikasi masalah sanitasi yang paling efektif. Dengan demikian akan terbangun perhatian mereka kepada masalah sanitasi.
Pihak-pihak non-pemerintah dan swasta dan para tokoh adat mereka merupakan sasaran yang sangat potensial untuk berpartisipasi dalam mengkomunikasi masalah sanitasi. Begitupun dengan legislatif, meskipun belum semua anggota legislatif memahami pentingnya persoalan sanitasi, para pimpinan di DPRK sudah menunjukkan komitmen dalam pembanguan sektor sanitasi di Kota Langsa. Advokasi harus terus selalu ditingkatkan untuk menjaga dan meningkatkan komitmen tersebut.

Aspek Partisifasi sektor Swasta dan NGO/Ornop 
Peningkatan partisipasi sektor swasta dan lembaga non pemerintah dalam pengelolaan sanitasi dengan mengidentifikasi segmen-segmen aktivitas tertentu yang memiliki karakteristik (1). Memberikan peluang terjadinya transaksi komersial (memberikan laba), (2). Memberikan prospek berkembangnya volume bisnis, (3). Meminimalisasi biaya operasional, (4). Menghasilkan manfaat non finansial, baik kepada masyarakat atau kepada pengusaha swasta, (5). Memanfaatkan program tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).

Asep Suparman- Kota Langsa Prov. Aceh  

0 komentar:

Posting Komentar